TENTANG MASA KECIL DAN BUKU



Saya sudah menghabiskan separuh hidup di kota… eh bukan, tapi kabupaten kecil bernama Sumedang. Sebenarnya secara wilayah, Sumedang itu cukup luas namun didominasi oleh pedesaan.
Masa kanak-kanak saya, dari umur empat tahun sampai menyelesaikan sekolah menengah ada di kabupaten ini.

Sumedang, saat saya masih kanak – kanak tidak seperti Sumedang yang sekarang. Tidak ada toko buku yang isinya up to date seperti Gramedia, tidak ada mal, dan pusat pebelanjaan yang paling besar pun hanya satu; Duta Pasaraya.

Jika ada di antara kalian yang bertanya – tanya seperti apa kira – kira Duta Pasaraya itu, gambarannya adalah sebagian dari Pasar Baru di Bandung, dengan tempat makan mewah pada masanya, yaitu ‘…. Fried Chicken’. Saya lupa namanya, namun yang pasti nama depannya meminjam salah satu nama Kota di Amerika sana.

Rumah saya pun berada di samping sungai dan sawah. Kalau dipikir-pikir sekarang, sebenarnya saya sungguh beruntung, mempunyai taman bermain yang sangat luas meskipun sawah milik orang lain. Dulu saya belum menyadari rasa syukur karena itu.


MASA SD KU

Ada momen dimana saat pulang sekolah saya langsung memanjat pohon belimbing dengan berani, kemudian menangis keras karena tidak bisa turun dari pohon.

Saya, yang mukanya gitu-gitu aja dari dulu

Ingat sekali, suara tawa ibu dan bapak yang renyah di bawah pohon belimbing tersebut. Mengulur waktu untuk tidak segera membantu anaknya turun agar bisa menikmati pertunjukan gratis.

Ingat sekali, waktu masih SD saya selalu diantar sekolah oleh bapak menggunakan vespa yang dulu selalu saya bilang itu motor butut dan terkadang mempertanyakan hal tersebut pada bapak, kenapa tidak beli motor bebek saja seperti orang tua teman lainnya.

Lalu apa?

Yap, justru motor vespa bapak yang saya bilang butut beberapa tahun yang lalu itu menjadi keren dan tinggi nilainya di masa sekarang.

Motor bebek yang dulu saya idamkan? Entah, kini eksistensinya seakan telah punah.
Hei sebentar, baru saja saya tulis sebuah bukti bahwa:

Gerusan waktu maha membolak balikkan segalanya.

Di masa kecil, saya tidak pernah tertarik tukaran isi binder atau orji, apalagi membelinya. Mungkin dulu saya dianggap aneh karena tidak pernah mengikuti jaman.

Saya pernah terpaksa beli foto Pedro dan Anna artis Amigos karena disuruh teman, padahal menonton pun tidak pernah, karena saluran  TV yang tertangkap jelas di rumah hanya RCTI, TVRI dan TPI saja. Tidak apa - apa, yang penting masih tetap bisa menonton Doraemon dan Chibi Maruko Chan.

Foto mereka yang pernah 'terpaksa' saya beli
 (veintitantos.com)

Saat semua memakai bando jaring dan jepit warna warni, saya hanya cukup menguncir rambut seperti ekor kuda.

Saya suka musik dan ingin sekali masuk klub drumband SD, tapi ditolak secara langsung oleh salah seorang guru dengan alasan;


“Gak bisa, badan kamu kegedean…”

Saya malas belajar di kelas, membosankan. Tapi suka baca buku, itupun bukan buku pelajaran yang penuh soal menjemukan.

Saya suka sekali menggambar, tapi pernah mendapatkan nilai gambar 6 karena tidak bisa menarik garis lurus dengan baik.

Saya kidal, lalu dipaksa oleh salah seorang guru harus menggunakan tangan kanan karena beliau bilang itu ‘tangan setan’. Seperti Nube saja.

Dear para guru terkait pada kalimat-kalimat saya sebelumnya dan pula saya cintai,

Sungguh saya tidak pernah marah karena pernah ditolak ikut drumband dengan alasan badan kegedean, atau disebut tangan setan. Mungkin saat itu saya hanya sedih, namun tidak ada rasa marah sedikitpun. Saya tahu itu semua untuk kebaikan, hanya saja cara yang diterapkan agak salah yang semata disebabkan oleh ketidaktahuan saja. Tidak apa – apa, saya senang telah dididik oleh kalian. 
Sungguh ini bukan sarkas, tapi justru ucapan terima kasih dari hati yang paling dalam. Sekarang saya malah merindukan masa - masa belajar di kelas bersama kalian. Kebaikan kalian lebih besar kok. Buktinya saya jadi kuat sekarang, sekuat macan. AAAAAAUUUUMMM!!!

-Tertanda, muridmu di umur seperempat abad.


HUBUNGAN BERSAMA BUKU DI MASA KECIL

Dalam tulisan kali ini, saya juga ingin sekalian berterima kasih pada buku. Kenapa?

Seperti yang saya jelaskan pada kalimat – kalimat pembuka, saya menghabiskan masa kecil di Kabupaten kecil bernama Sumedang, yang belum semaju sekarang. Meskipun pada saat itu internet sudah ada di beberapa belahan dunia, namun tetap saja belum menjangkau secara luas di negeri ini.
Tapi tak peduli dimana saya tinggal, senang sekali rasanya bisa mengenal berita dari NASA atau Stonehenge sedari kecil, yang tidak pernah diajarkan di sekolah.

Iya, saya dapatkan itu semua dari majalah Intisari bekas. Entah sudah berapa majalah Intisari bekas yang saya beli saat masih SD. Saya sampai rela tidak beli telor gulung dan mie echo saat istirahat sekolah agar pulang sekolah dapat membeli majalah bekas tersebut, dengan 5000 rupiah saja dapat empat majalah!

Bagi yang belum tahu isi dari majalah Intisari, majalah tersebut membahas berbagai macam artikel dengan bahasa yang ringan, makanya murid SD seperti saya pun dapat mencermati dengan baik. Artikel wisata, sains, kesehatan, cerita kriminal, serta tokoh ada disitu semua. Lengkap.

Kios buku bekas langganan yang tepatnya berlokasi depan RSU Sumedang tersebut adalah satu – satunya di wilayah perkotaan Sumedang pada saat itu. Iya, one and only  (koreksi jika saya salah).

Bukan majalah Intisari saja, bahkan majalah Kuncung , Mangle, dan Kartini juga saya baca. Pokoknya hampir semua majalah yang ada di kios langganan tersebut.

Karena sungguh, kiosnya pun sangat kecil. Seukuran gerobak.

Setelah dipikir, apakah ini salah satu contoh nyata bahwa kita akan memaksimalkan segala hal justru dalam keterbatasan.

Mungkin jika rumah saya pada saat itu berada di sebelah Gramedia justru tidak akan se-excited itu bertemu dengan buku.

Eh tapi betul juga ya kalau dipikir.

Kinerja otak pun akan maksimal kalau sudah dipepet oleh deadline.

Ya, sering terjadi hehe…

Oh iya, sayangnya kios buku tersebut sekarang sudah tidak ada. Tepatnya saat saya memasuki SMA. Saya hanya mendapat kabar bahwa bapak penjualnya pergi mengadu nasib ke Kuwait.


Dear bapak penjual buku bekas yang bahkan namanya tidak saya ketahui,

Terima kasih telah menyediakan wadah untuk memberikan informasi dalam berbagai hal yang ada dan terjadi di alam semesta ini, yang tidak pernah saya temui sebelumnya dalam pelajaran sekolah. Padahal saya hanya anak dari keluarga sederhana yang tinggal di daerah kecil, namun dengan mudahnya dapat berkeliling dunia bahkan planet lain melalui buku bekas yang bapak jual. Lancar rezeki dan sehat selalu!

-Tertanda, pelanggan kecilmu sejak 16 tahun yang lalu.


Inilah yang membuat saya menyadari betapa pentingnya mengirimkan buku – buku untuk anak – anak daerah yang sulit menjangkau buku di daerahnya.
Oh iya, bagi pembaca blog yang punya buku lebih, boleh disumbangkan ke @komunitas.jelajah.buku  (silahkan cek akun instagramnya).


SEKILAS TENTANG MASA KECIL DAN TUMPUKAN KOMIK

Beruntungnya saya, bersekolah di SD yang dekat sekali dengan taman bacaan. Namanya taman bacaan Arfa. Isinya komik semua, dan saya melihat tempat ini seperti surga. Semua jenis komik mulai dari serial cantik, detektif, misteri dan komedi saya baca. Mulai dari sinilah, awal saya suka bikin komik.

Sesungguhnya komik favorit saya adalah komik serial detektif, namun karena otak saya dominan oleh komedi daripada analisis kriminal, maka komik yang saya buat adalah komik komedi.

Salah satu komik strip yang saya buat

Selengkapnya silahkan lihat karya @iriskomik di akun instagram.

Keberuntungan saya yang kedua adalah, pemilik taman bacaan Arfa ini adalah keluarga dari teman SD saya yang bernama Nabila. Nabila pernah mengeluarkan dus berdebu dari gudang, dia bilang itu untuk saya. Lalu saat saya buka…. Jreng jreeeng komik usang yang covernya sudah copot, tapi masih layak baca. Tanpa pikir panjang langsung saya bawa semuanya ke rumah. Terima kasih Nabila!

Menyenangkan sekali rasanya menulis kali ini, karena dapat mengingatkan saya pada kepingan masa kecil yang tidak akan terulang kembali, namun pernah hadir. Jadi sedih, kenapa ya. Terharu mungkin tepatnya.


*Terima kasih sudah menyempatkan waktu membaca tulisan yang agak serius dan tidak ada meme qasidah seperti biasanya ini. Saya menulis blog ini dari awal sampai akhir diiringi suara abang John Mayer. Thanks bang John*

Komentar

  1. mav mb sebelumnya sy ingin nanya, itu kenapa huruf di depan bagian yang di quote, melorot gitu ya:(


    aku dulu hunting buku bekas ke palasari kairishhh. terus majalah di rumah juga ada tuh intisari, tambah trubus terus langganan bobo! wkwk. aku juga pernah nemu majalah cosmopolitan sebiji:(

    BalasHapus
    Balasan
    1. E yang mana mb odris, sy jadi cari yg melorot ini daritadi :’)

      Eh iya, kenapa gak bahas bobo juga ya. Padahal dulu langganan juga, dan sekarang rutin beliin bobo buat sepupu yg masih kecil, tapi selalu aku yang baca duluan. Berarti masih langganan sampe sekarang wkwkwk. Nah kalo cosmopolitan, akupun pernah nemu atau justru beli ya karena keselip wkwkwkw :’)

      Hapus

Posting Komentar