Beberapa waktu
yang lalu, saya bersama sepupu mengunjungi Situ Cisanti di Kawasan Pangalengan.
Itulah pertama kalinya saya mengunjungi tempat tersebut, meski sudah delapan
tahun tinggal di Bandung. Seperti biasa, terkadang saya mengabaikan hal yang
dekat meski itu indah. Maafkan.
Langsung saja ke
inti permasalahan yang akan saya bahas di tulisan kali ini, yaitu mengenai tren
destinasi yang ‘dipercantik’.
Saya tertarik
pada Situ Cisanti karena mempunyai pemandangan yang bagus nan alami, jauh dari
hiruk pikuk perkotaan, dan kawasan danau ini pun merupakan titik nol hulu
Sungai Citarum .
Saya tahu itu
dari berbagai postingan di sosial media dan juga rekomendasi dari teman yang
beberapa tahun lalu sudah berkunjung kesana.
Memang
ekspektasi saya pada tempat ini bagus, apalagi ada semacam dermaga kecil yang
terbuat dari kayu dan menurut saya estetik nih untuk foto lansekap, tampilannya
menyatu dengan alam.
Setelah melalui
beberapa ekspektasi, akhirnya saya sampai di tempat yang dituju.
Yap, Situ
Cisanti memang bagus kok. Udaranya yang sejuk membuat saya betah jalan lama
mengelilingi situ/danau dari ujung ke ujung, sambil berpikir “Mana nih dermaga mini khas Cisanti?”. Meski
hari itu berkabut, jadi kurang maksimal untuk foto pemandangan sekitar.
Dan akhirnya saya sampai di tempat yang dimaksud, dan itu membuat tertegun sejenak. Saya langsung teriak pada sepupu “Hah ini??!”
Penampilan Dermaga Cisanti, kini |
Hehe, gak lebay
kok. Memang saya kaget lihat ini, soalnya sudah berekspektasi duluan. Dan
kenyataannya berbeda.
![]() |
Dermaga sebelum dihias (http://www.jurnalispedulicitarum.org) |
Jadi begini,
saya tidak anti kok sama hal yang colorful.
Tapi ya tergantung dimana diterapkannya. Contohnya seperti seni mural sepanjang
jalan Siliwangi Bandung dan interior Motel Mexicola di Badung – Bali. Keduanya
sangatlah colorful, tapi saya suka.
Atau kalau mau melihat ke negara tetangga, ada kawasan Haji Lane di Singapore yang terkenal dengan muralnya yang berwarna warni. Saya pun suka, dan seni mural itulah yang justru menjadi daya tarik utama kawasan tersebut.
Saya sebenarnya
tahu, bukan hanya Situ Cisanti yang menjadi objek tren ‘make up destinasi’ ini.
Tapi hampir di seluruh sudut wisata alam bahkan kawasan heritage di Indonesia saat ini sedang dilanda ‘SUDUT CINTA’.
Bahkan Gunung Putri yang pernah saya bahas pun, sebenarnya sudah dihias sedemikian rupa saat saya berkunjung kesana.
ALASANNYA…
Memang tulisan ini
dibuat tanpa ada survei yang valid, namun setidaknya saya ingin mendeskripsikan
apa saja yang saya tangkap dari beberapa pengalaman pribadi terkait wisata selfie ini.
Jadi pada bulan Juli yang lalu, saya mengunjungi Kawasan Candi Ratu Boko.
Dan… saya
disambut hiasan berbentuk love setelah
melewati gerbang utama. Sayang tidak sempat saya foto, karena sudah malas
duluan dengan hal tersebut. Lalu setelah itu, saya mendapat sambutan ke dua
berupa hiasan payung warna warni sepanjang jalan menuju candi. Yang ada di
pikiran saya saat itu:
“Ini apa?? Kok hiasannya gak nyambung banget
sama Candi?!”
Beruntung saat
saya tiduran di rumput dekat candi, datanglah dua sosok mahasiswa pariwisata
dari Bogor yang berharap saya untuk menjadi responden kuesioner mereka. Namanya
Xavier dan Emil. Mereka sedang melakukan penelitian mengenai pengelolaan
Kawasan Candi Ratu Boko selama dua minggu.
Bersama Emil dan Xavier, dengan latar Destinasi Candi Ratu Boko yang sepi |
Beruntung,
karena saya jadi mendapatkan tour guide
dadakan dan gratis disana.
Lalu saya
bertanya pada Xavier perihal hiasan warna-warni gak nyambung yang ada di
Kawasan candi. Lalu dia jawab;
“Begini, banyak pengunjung yang gak puas kalau
datang kesini. Pada ngeluh, bayar mahal tapi kecewa pas lihat candi katanya
cuma gitu doang. Udah aja balik lagi… Eh ternyata pas dikasih spot warna warni
itu kebanyakan pengunjung malah seneng, bisa selfie….”
Dari jawaban
Xavier, saya tidak bisa menyimpulkan begitu saja bahwa itulah alasan utama mengapa
berbagai destinasi wisata saat ini dihinggapi hiasan warna warni berbentuk love yang kian menjamur. Butuh eksplorasi
yang lebih dalam lagi mengenai hal itu.
Tapi satu hal
yang sudah pasti, hiasan-hiasan tersebut ada bukan sekedar untuk pajangan,
namun memang sebagai properti untuk kebutuhan selfie.
Karena cukup mengejutkan. Ketika saya memasuki Kawasan Candi Ratu Boko lebih dalam lagi yang justru banyak reruntuhan candi serta kolam yang mengandung sejarah (tempat Cinta dan Rangga ngobrol sambil salting), bisa kalian tebak selain saya dan kawan-kawan ada berapa pengunjung yang mengunjungi zona paling inti tersebut?
TIDAK ADA
Nobody nobody but us ~
Padahal kami
berkunjung saat weekend, dan sore
hari dimana sinar matahari sangatlah bersahabat. Saya memang sengaja mengejar
momen sunset disana.
Suatu ironi saat itu, lebih banyak manusia yang berkerumun di ‘spot selfie buatan’. Yap, sebuah bukti bahwa itu menjadi lebih menarik daripada daya tarik utama yang berupa candi. Tren masa kini ternyata mampu mengubah esensi dari daya tarik utama suatu destinasi pikir saya saat itu.
Ada hal yang
mengganjal pikiran saya mengenai spot
selfie buatan tersebut:
Jika benar banyak
pengunjung yang begitu menginginkan selfie di suatu destinasi, mengapa tidak
berkunjung ke tempat wisata buatan saja.
Tetapi dalam
waktu yang bersamaan saya pun berpikir, jika memang saya menginginkan suasana
yang benar-benar alami, maka memang tidak menutup kemungkinan akan ada pula
segelintir orang yang menginginkan hal berbeda dan lebih dari itu.
Wisata dengan
tren seperti ini menjamur karena apa? Ya sudah pasti karena banyaknya peminat dan
yang menggandrungi dalam kelompok besar. Bukankah begitu?
Tentunya sesuatu
yang baru atau berbeda lahir dari perspektif atau sudut pandang manusia yang
berbeda-beda.
Namun apapun alasannya, saya tetap pada pendirian yang tidak setuju jika nilai autentik dan esensi dari suatu destinasi menjadi berkurang atas nama ‘mempercantik.’
SUDUT PANDANG LAIN
Akhirnya saya memutuskan untuk membuat
survei kecil-kecilan melalui media Instagram, berupa polling setuju atau tidaknya jika suatu destinasi dipoles dengan
berbagai hiasan warna-warni untuk keperluan selfie.
Ada sekitar 100 audiens yang terlibat dalam polling
ini.
Hasilnya, 84% mayoritas audiens tidak setuju.
Mereka memilih BIG NO, sama seperti
saya. Hanya ada 16% audiens yang
setuju dengan hal tersebut. Dari 16%
audiens yang setuju tersebut, ada yang memaparkan alasannya sebagai
berikut:
Teman saya
memaparkan dia setuju saja asalkan tidak merusak alam, value culture serta heritage. Menarik, karena mendapatkan satu alasan dari perspektif yang berbeda mengenai itu. Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, bahwa tren ini menjamur karena sudah pasti banyak peminatnya. Maka para pengelola tempat wisata pun tentu akan mengikuti preferensi wisatawan.
Hal yang dapat
saya simpulkan secara pribadi adalah;
Boleh-boleh saja
mempercantik sesuatu namun tidak usah berlebihan. Seperti seseorang yang
memoles wajahnya dengan make up tentu bertujuan agar terlihat lebih cantik dan
menarik.
Namun jika
berlebihan dan tidak sesuai dalam penerapannya maka akan menjadi menor bahkan
terlihat aneh.
Perihal mempercantik sesuatu secara berlebihan, akan saya
analogikan dengan proses edit foto:
Foto sebelum melalui proses edit |
Foto setelah melalui proses edit |
Tentu saya mengedit
foto dengan tujuan memperindah foto, dengan menambahkan saturasi dan mengatur
kontras serta pencahayaannya saja.
Namun ini yang terjadi jika mengedit foto secara berlebihan:
Gambar peri dan lambang cinta memang indah, namun bukan berarti harus diaplikasikan dalam segala hal.
Saya juga tidak
dapat menampik bahwa aktivitas selfie menjadi
salah satu kebutuhan banyak wisatawan di era sekarang. Namun menurut saya, preferensi
wisatawan tidak serta merta dapat dijadikan alasan untuk mengesampingkan nilai
keaslian dan estetika dari suatu destinasi.
Oh iya, perlu
diingat tulisan kali ini hanya sebatas deskripsi serta opini berdasarkan
pengalaman saja. Disini saya tidak menulis berdasarkan data secara resmi.
Lalu bagaimana
pendapat kalian sendiri mengenai hiasan dadakan seperti sudut love yang kian menjamur di berbagai
destinasi? Jika ada yang mempunyai sudut pandang lain atau justru serupa dan ingin menambahkan pendapatnya, kolom komentar sangat terbuka untuk diisi.
SEE YA ON THE NEXT BLOG!
Komentar
Posting Komentar